Dia Sudah Mati
Hembusan angin membuat langkah kaki semakin berat, suasana sepi membutku merasakan dinginnya malam, suara penghuni malam seakan terus memanggil, dan perasaan yang ada sekarang hanyalah rasa takut. Aku terus berjalan dengan sikap waspada, seakan ada sepasang mata yang sedang memperhatikan ku. sesekali ku arahkan pandangan ku ke seluruh penjuru, namun tak ku dapati apa-apa, yang ku lihat hanyalah hewan malam yang beterbangan. Aku pun tarus melangkah melanjutkan perjalanan yang tak jelas tujuanya. Ku arahkan kembali pandangan ku ke sekelilingku untuk mencari sesosok yang hidup namun tetap tak ku dapati apapun.
Semakin ku coba untuk menenangkan diri semakin besar pula rasa takut ku. Namun aku tetap terus berjalan, dan ku arah kan kembali pandangan ku untuk memastikan keadaan di sekelilingku dan kudapati seorang gadis tengah duduk sendiri. Ku hampiri gadis itu dengan perasaan yang tak menentu. “se… sedang apa kamu di sini?” tanyaku dengan gugup, namun dia hanya diam dan menunduk. Tanpa menunggu apapun aku langsung pergi berlalu meninggalkan gadis itu. Rasa takut ku semakin besar dan pertanyaan-pertanyaan aneh mulai ada di benakku… kejadian itu membuat langkah kaki ku berjalan tak beraturan, namun aku terus melangkahkannya…
Aku mulai berlari-lari kecil, berharap dapat segera menemukan apa yang aku cari. Namun seketika langkah ku terhenti saat ku mendengar suara tangis seorang gadis. Aku mulai mencari sumber suara itu dan ku dapati seorang gadis tengah duduk menangis di tepi danau. Dengan diikuti rasa takut aku mencoba mendekatinya dan bertanya “se… sedang apa kamu disini?” namun dia hanya diam dan tak menjawab satu patah katapun, aku semakin merasa penasaran dan mencoba untuk lebih dekat padanya “Ke…napa kamu menangis” tapi dia tetap diam dan seketika aku terkejut saat dia memandang ku dengan tatapan mata yang tajam seakan ingin menerkam ku, aku pun terjatuh dan dia mulai mendekati ku. Dan “hha, cuma mimpi. Untung cuma mimpi” aku menatap jam dinding di kamar ku yang menunjukan sudah pukul 07:05. “wahh… telat, duhh… gimana nih?” gelagapan menyiapkan peralatan sekolah.
Sejak aku bermimpi tentang gadis misterius itu aku jadi ngerasa aneh, ngerasa gak tenang, seperti ada yang sedang mengikutiku dan memperhatikan ku. Sore itu sepulang sekolah aku berjalan sendiri, tiba-tiba terlihat seorang gadis berlari ke arah ku, dan menarik ku, mengajak ku bersembunyi. Aku heran dan tak mengerti kenapa gadis ini menarik dan mengajak ku bersembunyi seakan ada yang mengerjarnya tapi siapa? dan kenapa? “siapa kamu?” tanyaku heran, tapi dia hanya diam dan tak menjawab pertanyaan ku, membuat aku semakin binggung, “kenapa…” (terputus) “sssuuuttt!!!” aku pun langsung terdiam.
Tak lama muncul dua orang laki-laki berbadan besar, dan sepertinya mereka sedang mencari gadis ini. Setelah mereka pergi gadis itu pun mengajakku keluar. “mereka mencari mu” pertanyaan yang dari tadi mengganggu pikiran ku akhirnya ku lontarkan, “iya.” Jawabnya singkat. “tapi kenapa” tanyaku lagi, penasaran, “udah, nanti aja aku ceritakan, sekarang kita cari tempat yang aman dulu.” Jawabnya sambil celingukan kebingungan, “ya udah, ke rumah ku aja gak jauh kok” ajak ku
“Jadi kenapa mereka mencari mu?” tanyaku penasaran ingin tau…
“Oo, iya aku Tarra” menjulurkan tangan.
“Aku Jessi, jadi kenapa mereka mencarimu?” menanyakan kembali
“Aku juga gak tau, akhir-akhir ini aku diteror dan aku diancam ingin dibunuh!”
“Apa… tapi kenapa? Kenapa mereka mau ngebunuh kamu?
“Sebenarnya aku mengetahui suatu rahasia mereka, mungkin karena itu mereka mencari ku.”
“Rahasia!!! Rahasia apa?”
“Beberapa hari lalu… sepulang kerja aku melihat mereka membuang sesuatu di danau! Dan ketika aku perhatikan ternyata itu mayat seorang gadis!”
“Mayat!!! Apa mereka yang membunuhnya?”
“Aku gak tau, yang pasti sekarang aku sangat butuh bantuanmu!”
“Apa?”
“Aku mau kamu datang ke alamat ini” memberikan secarik kertas
“Alamat siapa ini?”
“Itu alamat tempat tinggal orangtua ku, besok mamah aku ulang tahun dan aku mau kamu kasih ini ke dia” menyodorkan sebuah kotak berwarna coklat.
“Apa ini?”
“Ini kado buat mamah aku?”
“Kenapa gak kamu aja yang ngasih langsung?”
“Gak mungkin… orang-orang jahat itu sekarang tau tempat tinggal aku, tempat kerja aku, mereka juga udah berusaha untuk bunuh aku dan bukan gak mungkin mereka akan ngelukain keluarga aku juga, kalau mereka tau tempat tinggal orang tua ku, aku gak mau mereka terluka aku sayang banget sama mereka. Jadi aku minta tolong sama kamu. kamu mau kan bantu aku?”
“Ok, besok aku akan cari alamat orangtua kamu, dan aku akan kasih tau semuanya sama mamah kamu, dan utuk sementara kamu tinggal disini aja dulu sampai semua terkendali”
“Iya, makasih ya Jess…”
Keesokan paginya aku ngerasa ada yang aneh dari Tarra dari kemarin dia terlihat pucat, dan sampai pagi ini pun dia belum ada makan.
“Rra, kamu sakit? Muka kamu pucat banget?”
“Enggak, aku gak papa. Kamu jadi kan ke rumah mamah aku?”
“Iya, bentar lagi aku berangkat!, kamu makan dulu gie, muka kamu pucat banget tuh, ntar kamu sakit. Tangan kamu juga dingin banget, kaya mayat idup aja”
“Udah gak papa kok, kamu pergi gie!”
“ya udah, aku pergi tapi kamu hati-hati ya di rumah, jangan kemana-mana dan jangan buka pintu kalau bukan aku yang datang.”
“Iya.”
‘Kayanya ini deh, rumahnya. Rumah tingkat warna hijau… bener, ini pasti rumahnya, tapi kok banyak orang ya?’ batinku
Aku pun mendekati gerbang pintu rumahnya dan kulihat ada seorang penjaga “maaf pak! mamah-nya Tarra ada?” tanya ku pada penjaga itu
“ada, ada neng. Masuk aja…” mempersilahkan masuk
“Iya, makasih” berjalan masuk
aku heran melihat banyaknya rangkaian bunga duka cita,
‘siapa yang meninggal, kok banyak bunga duka cita?’
Di depan pintu terlihat seorang laki-laki tengah menangis, aku pun mencoba bertanya “maaf pak, mamahnya Tarra ada?” tanyaku pada laki-laki itu
“Ada, mari saya antar” sembari menahan isak tangis. Lalu laki-laki itu menghampiri seorang ibu yang ternyata itu adalah mamahnya Tarra Ia pun mendekati dan menghampiri ku, dengan wajah yang masih terlihat kalau dia habis menangis.
“Silahkan duduk, ade siapa?” dengan nada serak suara tangis
“Maaf tante, saya ganggu… saya temannya Tarra, kemarin saya ketemu Tarra dan Tarra menitipkan ini buat tante sebagai kado ulang tahun tante.” Menyodorkan sebuah kotak, tetapi ketika mendengar kata-kata itu tiba-tiba Ia menangis.
“Gak, mungkin Tarra sudah meninggal tiga hari yang lalu, dan mayatnya baru ditemukan polisi kemarin di danau, karena dia korban pembunuhan” jelas laki-laki yang ternyata adalah ayah Tarra
“Gak mungkin, itu mustahil… karana kemarin saya bertemu dengan Tarra dan dia menceritakan semuanya sama saya, bahkan tadi pagi saya masih bertemu dengannya, dia juga menginap di rumah saya. Mana mungkin dia sudah gak ada”
“Rra, kamu sakit? Muka kamu pucat banget?”
“Enggak, aku gak papa. Kamu jadi kan ke rumah mamah aku?”
“Iya, bentar lagi aku berangkat!, kamu makan dulu gie, muka kamu pucat banget tuh, ntar kamu sakit. Tangan kamu juga dingin banget, kaya mayat idup aja”
“Udah gak papa kok, kamu pergi gie!”
“ya udah, aku pergi tapi kamu hati-hati ya di rumah, jangan kemana-mana dan jangan buka pintu kalau bukan aku yang datang.”
“Iya.”
‘Kayanya ini deh, rumahnya. Rumah tingkat warna hijau… bener, ini pasti rumahnya, tapi kok banyak orang ya?’ batinku
Aku pun mendekati gerbang pintu rumahnya dan kulihat ada seorang penjaga “maaf pak! mamah-nya Tarra ada?” tanya ku pada penjaga itu
“ada, ada neng. Masuk aja…” mempersilahkan masuk
“Iya, makasih” berjalan masuk
aku heran melihat banyaknya rangkaian bunga duka cita,
‘siapa yang meninggal, kok banyak bunga duka cita?’
Di depan pintu terlihat seorang laki-laki tengah menangis, aku pun mencoba bertanya “maaf pak, mamahnya Tarra ada?” tanyaku pada laki-laki itu
“Ada, mari saya antar” sembari menahan isak tangis. Lalu laki-laki itu menghampiri seorang ibu yang ternyata itu adalah mamahnya Tarra Ia pun mendekati dan menghampiri ku, dengan wajah yang masih terlihat kalau dia habis menangis.
“Silahkan duduk, ade siapa?” dengan nada serak suara tangis
“Maaf tante, saya ganggu… saya temannya Tarra, kemarin saya ketemu Tarra dan Tarra menitipkan ini buat tante sebagai kado ulang tahun tante.” Menyodorkan sebuah kotak, tetapi ketika mendengar kata-kata itu tiba-tiba Ia menangis.
“Gak, mungkin Tarra sudah meninggal tiga hari yang lalu, dan mayatnya baru ditemukan polisi kemarin di danau, karena dia korban pembunuhan” jelas laki-laki yang ternyata adalah ayah Tarra
“Gak mungkin, itu mustahil… karana kemarin saya bertemu dengan Tarra dan dia menceritakan semuanya sama saya, bahkan tadi pagi saya masih bertemu dengannya, dia juga menginap di rumah saya. Mana mungkin dia sudah gak ada”
mamah Tarra terus menangis tanpa berkata apapun Ia menuntunku ke tempat yang membuat aku terdiam, kaget dan tak dapat berkata apa-apa, aku gak percaya sama apa yang aku lihat ternyata yang terbujur kaku, tak berdaya di depan ku adalah jasad TARRA.